Haji
Rokok dari Pulau Seribu Masjid
Jika Anda pernah berwisata ke Lombok dan terkagum-kagum akan
keindahan pantai serta pulau-pulau kecil nan eksotis yang dimilikinya, maka Anda
kemungkinan masuk kategori wisatawan kelas pekerja yang datang berlibur setelah
bertahun-tahun dibelenggu pekerjaan sampai lupa cara bahagia. Jika Anda pernah
mendaki gunung Rinjani di Lombok dan terkesan dengan pesona jalur pendakian
serta Danau Segara Anak di puncaknya, bisa jadi Anda hanya terobsesi mendaki
setelah jadi ‘korban’ film 5 cm. Tapi jika Anda ke Lombok di musim kemarau dan terkenang dengan
tanaman tembakaunya yang terhampar hijau , maka Anda berpotensi menjadi traveler sejati. Sebab bukan hanya
menikmati alamnya yang indah, tapi Anda telah berhasil masuk dalam siklus hidup
(pertembakauan) masyarakatnya. Lho, kok malah promo wisata ini bukannya nulis
tentang rokok.
Oke,
back
to(bacco) alias tembakau
Selain dianugerahi alam mempesona, Tuhan juga memberi Lombok tanah
yang subur. Alhamdulillah yaah. Kabar
baiknya adalah tanah Lombok khususnya bagian timur sangat cocok dengan tanaman
tembakau berbagai jenis. Entah kapan dimulai, sekonyong-konyong
korporasi-korporasi besar di bidang pertembakauan tanpa diberi aba-aba berlomba mengekspansi Lombok dengan kucuran
modalnya sejak puluhan tahun lalu. Tidak kurang perusahaan-perusahaan besar
macam Djarum, Sampoerna, Bentoel, British
American Tobacco, dan lain-lain mendirikan semacam cabang perusahaan. Maka,
berdirilah gudang-gudang tempat menampung tembakau virginia hasil panen petani
sebelum diangkut ke pabrik-pabrik rokok di Jawa atau bahkan dikirim sampai luar
negeri.
Sebagai orang yang tumbuh dan besar dalam keluarga petani tembakau,
saya memamahami betul perjalanan jatuh bangun petani tembakau di Lombok tiap
musim. Untung dan rugi tiap tahun sudah biasa. Petani di Lombok tidak pernah
kapok menanam tembaku meski lebih sering rugi daripada untung jika
dipersentasekan. Jika diibaratkan sama halnya dengan seseorang yang ditolak
cintanya berkali-kali oleh gadis yang sama, tapi tak pernah lelah nembak alias mengungkapkan
cintanya dengan berbagai metode. Aisssh kok malah baper. Petani tembakau telah kebal dengan siklus
untung rugi.
Lombok juga dikenal dengan sebutan pulau seribu masjid. Lombok
adalah pulau dengan populasi penduduk mayoritas beragama Islam. Tapi jika
instrumen keislaman salah satunya diukur dengan ketaatan terhadap fatwa haram tentang
rokok atau tembakau, maka petani Lombok adalah orang yang paling memprihatinkan
taraf keislamannya. Lha, bagaimana tidak ketika fatwa haram rokok dan kampanye
anti tembakau dilakukan di mana-mana, petani tembakau di Lombok malah semakin
memperluas area tanamnya guna mensuplai bahan baku pabrik-pabrik rokok di Jawa.
Mereka bukan saja mengabaikan fatwa haram rokok, tapi yang lebih ekstrem adalah
mereka menggunakan keuntungan dari bertani tembakau untuk membayar ongkos naik
haji (ONH).
Saya bukan ahli ekonomi ataupun ahli statistik yang mampu
menganalisa neraca pendapatan petani tembakau tiap musim tanam dari tahun ke
tahun. Wong saya saja tidak mampu menghitung pendapatan dan pengeluaran saya
tiap bulan kok. Saya hanya tahu banyak orang di kampung saya di Lombok naik
haji dari hasil menanam tembakau.
Sejak tembakau virginia mulai dikembangkan di Lombok puluhan tahun
lalu, saya haqqul yakin tiap tahun
ada puluhan orang dari Lombok yang menyetor ongkos naik haji (ONH) dari hasil
bertani tembakau. Maka tiap musim haji tiba, saya sering membayangkan di depan
Ka’bah pasti ada sekumpulan jemaah haji asal Lombok yang diam-diam dalam hatinya berdoa
supaya harga jual tembakau semakin membaik. Khusus untuk musim haji tahun ini yang
bertepatan dengan isu kenaikan harga rokok, maka para jamaah calon haji petani
tembakau bisa jadi menambah doanya dengan khusyuk. Isi doanya hanya mereka dan
tuhan (mungkin juga pemerintah) yang tahu.
Sebelum menutup tulisan yang ngawur ini, saya ingin berbagi sedikit cerita tentang seorang kawan yang
kuliah di salah satu kampus ternama di Jogja dan ceritanya menjadi
aktivis lingkungan di kampusnya. Sebagai aktivis lingkungan, sudah barang tentu
dia menjadikan rokok sebagai musuhnya dengan berbagai dalilnya. Di media sosial,
dia menjadi salah satu lokomotif utama kampanye anti rokok meski tak pernah
bernasib mujur dijadikan duta anti tembakau. Nasib kawan saya satu ini jelas
jauh berbeda dibandingkan Zaskia Gotik
yang tidak hafal Pancasila tapi malah dijadikan Duta Pancasila outsourcing. Mestinya kawan saya
ini merokok berbungkus-bungkus tiap hari kemudian berhenti agar lebih
berpeluang menjadi duta anti tembakau.
Kembali ke kisah kawan tadi, saya begitu terkagum-kagum dengan ke-istiqamaha-nnya untuk berada di barisan terdepan
pria tidak merokok. Saya saja yang dulunya sempat berikrar untuk tidak merokok
malah sekarang tenggelam dalam lautan luka dalam barisan perokok
aktif. Ada yang menarik dari balik
kegetolan kawan saya satu ini dalam jihadnya memerangi peningkatan jumlah
perokok aktif di republik ini. Tiap liburan semester dan pulang ke Lombok, dia
menghentikan semua propaganda anti tembakau dan anti rokoknya yang selama ini
berkobar-kobar. Ketika kami nongkrong sembari ngobrol-ngobrol di kampung, tidak
sedikitpun dia menyinggung kebiasaan saya yang mendadak jadi perokok aktif.
Setelah dipikir-pikir, saya baru ingat ketika iseng-iseng nyoba nulis buat bulan bogging KaBeeM UGM tentang rokok. Pantes saja kawan saya cuti jadi aktivis anti
tembakau dan anti rokok ketika pulang liburan semester. Wong kami samaan
sekolah dari SD sampai kuliah dibiayai oleh orang tua kami dari hasil bertani
tembakau. Beberapa keluarga kamipun bahkan sama-sama bisa naik haji dari hasil
bertani tembakau. Labbaikallahumma Labbaik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar